KESENIAN



   Diantara masalah yang paling rumit dalam kehidupan Islami adalah yang berkaitan dengan hiburan dan seni. Karena kebanyakan manusia sudah terjebak pada kelalaian dan melampaui batas dalam berseni. Islam menghendaki supaya ber-seni itu diniatkan karena Allah: karena Allah itu indah dan Dia menyukai keindahan. Dia adalah seniman yang mencipta karya seni, manusia Islam membawakan karya seni atau menikmatinya. Maka seni itu adalah karena Allah, tapi untuk manusia.
    Selain itu Islam juga menghendaki supaya ber-seni itu dijalankan dengan akhlak islam, yang didalamnya terdapat baik dan buruk. Karya seni Islam dikendaki mengandung nilai baik, atau setengah baik, paling tidak netral; tidak dikehendaki nilai setengah buruk dan dilarang kandungan buruk, makruh apalagi sampai haram. Karya seni Islam mestilah bebas dari nilai yang tidak baik, sekalipun yang mencipta seni tiu beragama Islam akan tetapi apabila ia mencipta karya seni yang didalamnya terkandung unsur-unur yang tidak baik atau haram maka ia keluar dari kategori seni Islam. Tuhan menurunkan Islam adalah untuk kebaikan, bukan untuk kerusakan, maka karya seni yang diciptakan atau dibawakan atas nama Islam haruslah untuk kebaikan.     Kesenian dalam Islam mempunyai peran yang penting; pertama, sebagai warisan yang ditinggalkan dari masa lampau, dan kemampuannya untuk tetap mengembangkan diri di saat ini, seperti contoh proyek untuk memberikan kesaksian kebesaran dan kemegahan peradaban yang telah dibangun di kalangan masyarakat muslim. Kedua, seni merupakan wahana sangat penting dalam pengembangan cara-cara masyarakat muslim menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya, seperti contoh seni tari yang digunakan para pengikut tarekat mavleviye di turki sebagai lambang kedambaan akan pendekatan total kepada Allah. Selanjutnya contoh lain dari penggunaan seni sebagai wahana peribadatan dalam Islam adalah seni membaca al-Quran yang begitu luas tersebar diseluruh dunia.[1] 
    Rasa seni adalah salah satu unsur rasa rohaniah. Rasa rohaniah  itu terdiri atas enam unsur, yaitu: Rasa Agama, rasa estetika, rasa etika, rasa intelek, rasa sosial, dan rasa diri sendiri.[2] Karena tiap manusia memiliki roh, maka ia memiliki pula rasa rohaniah. Rasa inilah yang menggerakan manusia mencipta kebudayaan.  Hal ini tersimpul dalam definisi kebudayaan yang tertulis diatas; kebudayaan adalah cara merasa... dan seterusnya. Yang dimaksud dengan cara merasa adalah cara merasa ruhaniah, rasa ini juga dapat diterjemahkan dengan naluri, yakni kemauan yang tak sadar dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir. Naluri ini menggerakan budi (rasio) berfikir. Jalinan perasaan naluri yang dipancarkan hati dan fikiran yang dituturkan oleh budi membentuk kemauan, dan kemauan itu adalah awal laku perbuatan. 
     Kecendrungan manusia terhadap seni adalah tabiat asli manusia. Kesenian masuk kedalam manusia,oleh karena itu ia tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Seni dilahirkan oleh agama, dan etika tidak lain adalah merumuskan ajaran agama tentang baik dan buruk. Seni bukanlah hanya ekspresi emosi yang dalam, di dalamnya terdapat unsur sosial. 
     Dalam sejarah perkembangan kesenian semenjak zaman pra-sejarah sampai pada waktu yang akhir ini , maka kepercayaan atau ‘Agama” senantiasa merupakan sumber inspirasi yang sangat besar bagi seniman. Agama adalah pembangkit daya cipta yang luar biasa untuk mewujudkan segala sesuatu yang bernilai seni. Kesenian dari zaman pra-sejarah atau kesenian dari manusia yang bersifat primitif seperti seni tari, seni suara, dan seni rupa tidak terlepas dari unsur-unsur kepercayaan yang dianut oleh mereka.[3] 
    Pada dasarnya semua manusia adalah seniman, seperti pula manusia adalah mahluk sosial, politik, ekonomi, agamawan. Kesenian merupakan fitrah manusia. Berkesenian adalah proses mencipta, mencipta adalah mengadakan sesuatu yang tadinya belum ada. Bentuk itu bermacam-macam, bergantung kepada bahan-bahan yang digunakan untuk mengadakan bentuk. Ada bahan kata-kata, bunyi atau suara, irama, nada, gaya, gerak, garis-warna-bayang, ada bahan yang berupa, ada pula bahan yang hanya dinikmati oleh telinga, lidah, atau hidung.[4] 
    Dalam pengertian umum tiap manusia adalah seniman, akan tetapi dalam pengertian khusus penamaan seniman tidak diperuntukan kepada tiap orang, melainkan kepada orang-orang tertentu. Yang menghasilkan karya-karya yang dapat memberikan kesenangan, estetika kepada masyarakat dan tidak terbatas pada kesenangan pribadi si pencipta itu sendiri. 
   Seniman dalam pengertian umum masyarakat adalah orang yang amat peka rasa seninya, sehingga mudah tergetar, mengerakannya untuk mencipta karya, yang dimungkinkan oleh keahlian dan keterampilannya, memberikan bentuk kepada penghayatannya, sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat. 
    Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari nilai-nilai keagamaan, betapapun kenyataan ini tidak diakui oleh sebagian kalangan. Masalah-masalah pribadi tentang pengaturan hubungan dengan sesama manusia, masalah penyesuaiaan antara cita dan kenyataan yang dihadapi dalam kehidupan, serta hubungan manusia dengan kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Kesemuanya itu menghasilkan dimensi-dimensi keagamaan dalam kehidupan manusia, dimensi-dimensi keagamaan itu ditampakan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekspresi keharuan yang dirasakan manusia, yang pada umumnya berbentuk kegiatan-kegiatan seni dan sastra.
    Dari pengertian diatas sudah tampak betapa saratnya kaitan antara kegiatan kesenian, baik yang bersifat penciptaan maupun pegelaran, dengan kehidupan beragama. Cakupan kaitan itu tidak hanya terbatas pengaruhnya pada wilayah kehidupan yang tersentuh oleh keharuan belaka, melainkan jangkauannya menerobos hingga ke wilayah-wilayah kerohanian lain, seperti wilayah harapan dan impian, ketakutan dan keputusasaan, keyakinan dan keberanian, pelestarian ajaran, dan seterusnya. 
    Dalam sebuah kesenian (membuat karya), ungkapan yang keluar dari proses perenungan, pemikiran, refleksi dan pemahaman yang dalam akan sebuah masalah yang terjadi, serta rekonstruksi dari proyeksi kehidupan dari masa yang lampau hingga ke masa yang akan datang, baik itu yang bersifat tentang ketuhanan, sosial, dll dari mulut pencipta (seniman) dapat berarti sebagai sebuahsastra atau syair, yang umumnya diketahui bahwa syair merupakan sebuah sastra atau proses berkesenian (mencipta) yang tumbuh dalam sebuah kebudayaan.
    Kesenian bukanlah benda mati, tetapi ia sesuatu yang hidup dan senafas dengan mekarnya rasa indah yang tumbuh dalam sanubari manusia dari masa ke masa. Oleh sebab ia sesuatu yang hidup, tumbuh, berkembang, dan hanya dapat dinilai dengan ukuran rasa, maka amat sukarlah untuk memberikan definisi terhadap seni, karna manusia memiliki tingkatan rasa yang berbeda dalam menafsirkan sebuah seni. Meskipun demikian, manusia tetap berusaha mencoba membendung berbagai aliran rasa tersebut, mengumpulkannya dalam batas kemungkinan yang dapat diterima sehingga lahirlah beberapa teori definisi tentang seni. Diantaranya ada yang berkata bahwa: “Seni itu meliputi seluruh yang dapat menimbulkan getaran kalbu rasa keindahan. Seni diciptakan untuk melahirkan gelombang kalbu rasa keindahan manusia”.
    Dalam arti yang lebih luas seni dapat diartikan sebagai sesuatu yang diciptakan oleh manusia yang mengandung unsur keindahan. Seni terbagi menjadi 3 yaitu : (1) seni yang dapat dinikmati oleh media pendengaran, contohnya adalah musik, sastra, syair, puisi. (2) seni yang dapat dinikmati oleh pengelihatan, contohnya lukisan, poster, patung. (3) seni yang dapat dinikmati melalui pengelihatan dan pendengaran, contohnya drama, film.



1. C Israr, Sejarah Kesenian Islam, jilid 2, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet 2, hal 216
2. Gazalba, Sidi. Pandangan Islam tentang Kesenian, (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), cet 1,
hal. 25
3. Abdurrahman Wahid, Pergulatan Negara, Agama, dan Kebudayaan,(Depok: Desantara,
2001), hal. 143
4. C Israr, Sejarah Kesenian Islam, Jilid 1,(Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet 2,  hal. 9

Komentar

Postingan Populer