PRAJURIT TUHAN

     
  Dia biasa berjalan dengan gayanya yang pongah, kepalanya selalu memandang ke atas, pakaian yang dikenakan bukan pakaian biasa; yang sering digunakan oleh kebanyakan orang. Dia selalu mengaku-aku, segala atribut yang menggambarkan dan melambangkan Tuhannya selalu dibawa dalam setiap perbuatannya, dan dia selalu membenarkan perbuatannya atas nama Tuhan dan kehendak-Nya, dia juga tidak pernah berhenti berteriak tentang kebenaran; dari persepsinya sendiri dan golongannya. Menurutnya, hanya dia dan golongannya saja yang benar, sisanya tidak!
    
   Nyawa yang merenggang dan tetesan darah yang berceceran sudah tak bisa lagi dihitung, baginya, mereka yang tidak sejalan wajib untuk dimusnahkan dan dihancurkan. Tak perduli perempuan, anak-anak, dan orang tua: mereka semua akan dijadikan sebagai persembahan darah bagi Tuhannya, --karena dengan cara seperti itu dia dan golongannya akan sampai pada-Nya.

  Tak hanya itu, dia --yang menganggap diri dan kelompoknya paling benar-- merasa berhak untuk memiliki semua kenikmatan yang ada di dunia ini; harta, tahta, wanita hanya diperuntukan untuk golongannya. Dia tidak perduli dengan cara apa mendapatkan semua itu, merampas, menjarah, dan mencuri pun dibenarkan, asalkan tidak dilakukan dalam lingkaran golongannya.

     Hari berganti, bulan berputar, dia tetap seperti itu, merasa paling benar! Sebelum semua golongan manusia lain tunduk padanya, dia tak akan berhenti. Hingga suatu ketika, dalam keadaan diam, sendiri, di atas sebuah batu besar, Tuhan membuka hijab yang menutupi dia dengan diri-Nya, lalu dia pun jatuh tersungkur, ditelanjangi semua perbuatan yang telah dilakukannya. Ia menangis, lemah tak berdaya. Mereka yang telah disakiti datang padanya. Dia berlari, meminta perlindungan pada-Nya dan berkata, "selama ini yang aku kerjakan atas nama-Mu, sekarang saatnya aku untuk Kau dibela.

   "Tuhan tertawa melihat tingkahnya, lalu berkata "atas dasar apa kau meminta Ku untuk membela? Aku tidak pernah sedikitpun memintamu untuk membela-Ku! Semua yang telah kau lakukan itu tak ada artinya bagi-Ku, kau hanya menjadikan-Ku topeng untuk membenarkan semua perbuatanmu itu. Kau,,, kau tidak lebih dari seorang yang suka membual; yang hanya mencari keuntungan pribadi semata."

  Mendengar jawaban seperti itu, dia makin menjadi, tubuhnya terbujur kaku, matanya membelak dan tak dapat lagi mengeluarkan cairanya, suaranya juga tak terdengar, hanya tinggal hatinya yang meronta, berteriak, memanggil, meminta, memohon pada-Nya agar mau membantu menghilangkan semua penderitaan yang dialaminya.

   "Tuhan tetap saja tertawa."

   Dengan sedikit tenaga yang tersisa dia berteriak, "aku minta keadilan-Mu, Tuhan! selama ini yang aku lakukan atas kehendak-Mu, tapi kenapa sekarang Kau meninggalkan aku sendiri, diantara bayangan manusia-manusia kotor yang telah mati. Tolong, Tuhan! aku takut." Dan, dia mulai tak sadarkan diri.

    Matahari mulai bergeser, ia mulai sadarkan diri, wajahnya terlihat sangat pucat sekali, fikirannya campur aduk; antara bingung dan ragu dengan apa yang dialaminya. Diam sambil memandang langit yang mulai kemerahan, kosong, hanya sebatas gumpalan awan yang kian menghitam. Akhirnya dia memutuskan untuk bangun dan pergi meninggalkan tempat itu.

Komentar

Postingan Populer