SANG TELADAN


Dia bukanlah seorang yang bodoh yang dapat kau tipu begitu saja. Dia bukanlah seorang pelupa yang mudah kau dustakan. Dia bukanlah seorang yang tidak mempunyai ketegasan apabila berkata dan memutuskan suatu perkara. Dan dia bukanlah seorang yang lemah; yang bisa kau tindas kapan saja.


Dia adalah seorang pintar yang sengaja menutup kepintarannya. Dia adalah seorang yang sangat tajam ingatannya yang sengaja memilih untuk lupa. Dia adalah seorang yang mempunyai berbagai mata dalam melihat suatu permasalahan lalu memilih buta. Dan dia adalah seorang kesatria yang sengaja menerima tusukan untuk membuat senang para lawannya.
 Itulah dia, seorang lelaki yang selalu merasa tidak bisa dan mengerti dalam setiap masalah kehidupan. Jika ada seseorang yang datang padanya menanyakan sesuatu tentang kehidupan, maka ia hanya tersenyum lalu berkata tidak mengerti dan merekomendasikan sang penanya untuk bertanya kepada orang lain. Begitu pula jika ada seseorang yang datang padanya untuk menantang kehebatannya, maka ia hanya tersenyum lalu berkata saya ini orang bodoh, saya tidak mengerti apa-apa tentang itu.
Dalam kehidupan sehari-harinya, dia selalu menyesuaikan diri dalam pergaulan. Komunikasi serta pemikirannya selalu disesuaikan dengan lawan bicaranya, ketika dia bertemu dengan anak-anak, remaja, orang dewasa, dan orang tua maka yang dia gunakan adalah pola pikir yang seukuran dengan lawan bicaranya itu.
Dia tidak pernah mendahulukan kepentingannya sendiri di atas kepentingan orang lain. Pernah suatu saat, ketika dia sedang dalam masa penyembuhan mata, dan operasi pun sudah di jadwalkan hari serta jamnya dan tidak mungkin untuk dibatalkan –karna jika dibatalkan maka proses operasi dan penjadwalan akan memakan waktu yang lama— dia pun membatalkannya.
Kau tahu, kenapa dia membatalkan jadwal operasinya itu? Menurutku, alasannya sangat sepele; karena rasa sayang yang dia miliki kepada muridnnya. Saat itu muridnya merengek meminta dia untuk ikut pergi bersamanya ke suatu tempat yang jauh di luar kota. Padahal sebelumnya ia telah berkata kepada sang murid bahwa dia tidak akan membatalkan jadwal yang telah di perolehnya dari rumah sakit. Aku tahu, dia sedih saat dia berkata seperti itu, dia tidak tahan jika harus menolak permintaan sang muridnya itu. Dan berangkatlah dia bersama muridnya, lalu ditinggalkannya jadwal yang telah diperolehnya itu.
Dia begitu menyayangi para muridnya. Dia tidak rela membiarkan para muridnya hidup dalam kekosongan. Hidupnya dihabiskan untuk menyebarkan ajaran yang mengusung kesetaraan dan kesamaan, adil tanpa pandang bulu. Hampir dikatakan dia tidak pernah menolak ajakan dan permintaan sang murid, walaupun kadang-kadang ajakan dan permintaan itu menyusahkannya. 
 Karena dia begitu sayang pada orang-orang yang dekat dengannya (baca:murid), maka banyak diantara orang-orang itu yang memanfaatkan kondisi tersebut. Sering kali dia dijadikan alasan untuk membenarkan kesalahan yang telah diperbuat oleh para muridnya. Juga banyak diantara para muridnya itu yang sering mengatas-namakan dirinya untuk kepentingan pribadi. Dan masih banyak lagi kasus-kasus yang terjadi seperti itu.
Dia terlalu baik. Dan orang-orang yang seperti itu selalu saja dibiarkan berkeliaran dengan bebas, bahkan dia rela untuk memberikan apa saja untuk orang-orang seperti itu. Apapun yang diminta pasti di turuti. Pernah suatu ketika seorang muridnya yang lain mengungkapkan kekesalan yang di alaminya karena melihat perlakuan dia yang begitu baik atau bisa disebut terlalu memanjakan murid-muridnya. Murid itu berkata padanya, “Bapak, kenapa bapak diam saja dan selalu menuruti semua yang teman-teman minta? Padahal bapak tau, kalau teman-teman itu berlaku tidak baik!
Dengan entengnya bapak menjawab, “ kamu mau saya perlakukan seperti itu –saya turuti semua keinginan kamu?  biarkan saja mereka seperti itu, nanti mereka akan hancur dengan sendirinya jika tidak mau berubah”.
Murid itu pun terdiam sejenak lalu berkata “tidak pak, saya tidak mau”. Yasudah, jika kamu tidak mau saya perlakukan seperti itu maka kamu tidak perlu risih lagi, biarkan saja mereka seperti itu adanya. “Jawab bapak”.
Mendengar cerita seperti itu, aku hanya bisa tersenyum. Aku tidak tahu harus berbuat apa, karena aku tahu Bapak lebih mengerti masalah ini. Memang benar apa yang telah Bapak sampaikan itu; mereka akan hancur, jika terus seperti itu. Tapi, kapan? Aku muak melihat tingkah mereka.


Komentar

Postingan Populer