CERITA CINTA
Bagaikan sebuah candu, pertemuan itu terus memaksaku untuk selalu berada di dekatnya, hingga akhirnya aku kehilangan kesadaran dan jatuh ke dalam gelombang-gelombang perasaan yang maha dahsyat; yang membuat diriku terseret dalam pusaran kegelisahan serta harapan yang semakin lama semakin membesar. Dan, dari keadaan inilah aku berani untuk menerjemahkan bahwa isyarat cinta telah datang.
Dia adalah seorang perempuan sederhana yang cuek; yang tidak pernah
sekalipun mengurusi masalah penampilan layaknya gadis-gadis metropolitan
lainnya. Hobinya adalah membaca buku, dan menulis. Aku memanggilnya dengan
sebutan Chandra Kirana —sebuah nama dari bahasa jawa kuno yang berarti
cahaya bulan.
Aku adalah seorang lelaki yang sengaja menjatuhkan pilihan untuk mencintainya.
Padanya, mata dan hatiku terkunci, dan padanya pula aku menanti. Tentang
keputusanku ini, aku tahu! Akan banyak kemungkinan kekecewaan yang akan
terjadi: baik untuk diriku, dirinya, dan mungkin orang lain yang terlebih
dahulu mencintainya.
Begitu pula dengan dirinya; perempuan yang telah menjatuhkan
pilihan untuk mencintai laki-laki lain. Mata dan hatinya telah terkunci rapat
untukku. Dia selalu melihat perjuanganku ini sebagai suatu kesia-sian belaka.
Kehadiranku dalam hidupnya hanya membuat keresahan, mungkin lebih tepatnya
sebagai teror yang menakutkan. Baginya, aku tidak lebih dari seorang bodoh yang
tak pernah mau dan enggan untuk sadarkan diri.
Berkali-kali aku berusaha untuk mendapatkan hatinya, dan
berkali-kali pula dia menolak. Telah banyak teman yang mengingatkan bahwa keputusanku
untuk mencintainya itu adalah kebodohan, dan cinta yang aku miliki ini adalah
cinta palsu; yang dibalut dengan ke-egoisan serta rasa ingin memiliki dan
menang sendiri tanpa memikirkan perasaannya.
“Cinta itu melepas, ihklas, tanpa embel-embel ingin memiliki. Ia
suci dari segala keinginan”. Kata seorang teman padaku. Ah, aku tak perduli! Yang
aku tahu adalah aku benar-benar mencintainya, dan aku akan tetap berjuang
hingga dia sadar bahwa aku tidak pernah main-main dalam mencintainya.
***
Tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Tiga tahun sudah aku
mencintainya dan aku masih tetap sama seperti dulu; berjuang mendapatkan hatinya.
Perasaanku tidak pernah hilang sedikitpun, bahkan semakin besar setiap
waktunya.
Mungkin dia sudah muak dengan segala tingkahku ini, sehingga dia
selalu menghindar ketika aku ajak pergi; bahkan untuk bertemu saja enggan.
Pernah suatu kali aku mencoba untuk berhenti mencintainya, kutahan semua rasa
yang tersimpan di hati, lalu kupalingkan wajahku darinya, kucari lagi seorang
kekasih untuk mengisi hati ini, berharap bayang dirinya akan sirna tak tersisa.
Tapi sayang, usahaku tak membuahkan hasil!
***
Dia mulai jengah, sudah tiga hari berturut-turut bermimpi bertemu
denganku. Dalam mimpinya itu dia menikah denganku. Cerita ini ku dengar dari
salah satu kawannya. Tapi tak masalah, aku tetap senang mendengarnya meski bukan
langsung darinya. Aku tahu kenapa dia sengaja menutup mimpinya dariku, mungkin alasannya
adalah agar aku tidak menjadi besar kepala.
Dan, tentang mimpi, bukan hanya dia saja yang mengalami.
Sesungguhnya aku juga mendapati mimpi yang maknanya serupa dengannya. Dalam
mimpiku, aku mendapat pesan “Kalau kamu memang sungguh-sungguh cinta dan sayang
maka nikahilah” kata ayahnya padaku. Aku tersadar, lalu terbangun—sambil
tersenyum kupandangi fotonya yang menempel di dinding kamarku.
***
“Bang, mending sekarang abang sholat istikhoroh! Siapa tau abang
dapat jawaban dari kegelisahan selama ini Keadaan saya saat ini adalah kehendak
Allah, begitu pula dengan cinta saya, semuanya tergantung kehendak-Nya”.
Katanya, melalui pesan singkat di media sosial. Aku tertawa membacanya, kubalas
pesan itu dengan kata-kata yang tidak nyambung dan tidak masuk akal. Sama seperti
cerita ini —yang tidak nyambung dan masuk akal.
“hahahaha” saya tertawa. Bego lu ker—joker! Nih udah rapih gw tulis
cerita lu. Inget ya, Dunhil dua bungkus!
Edann... Ngeri yaii
BalasHapusjoker yang ngeri, gus. hahaha
HapusNgeri banget ceritanya
BalasHapushahaha.Lebay ah.
Hapus