KERESAHAN SANG IBLIS
Tuhan, dengarkanlah! Sekarang aku sedang berbicara padamu; di sini,
berdua dalam cinta. Sungguh... aku ingin menceritakan semua kegundahanku
pada-Mu. Ini
bukan berarti aku tidak menerima kehendak-Mu, Tuhan. Bukan! Aku bercerita
pada-Mu lantaran rasa cintaku yang dalam, bukan sakit hatiku, Tuhan. Tidak mungkin aku bisa bercerita kepada selain-Mu. Karena hanya
pada-Mu satu-satunya tempat untuk mengadu.
Tuhan pun tersenyum melihat tingkahnya, lalu berkata: “Memang
hal apa yang membuatmu gundah? Ceritalah padaku! niscaya akan kuselesaikan
semua permasalahanmu itu!”
Jadi seperti ini, Tuhan. Saat ini aku sungguh bingung. Apa yang
seharusnya aku lakukan! Kau tahu, Tuhan? Aku selalu dijadikan alasan dalam
setiap perbuatan buruk hamba-hambamu. Padahal mereka tidak pernah bertemu
denganku, tapi mereka selalu saja menuduhku dalam setiap kehancuran yang ada di
muka bumi ini. Dalam setiap kasus pembunuhan pasti aku yang dianggap sebagai
dalangnya. Aku juga terjerat dalam setiap kasus korupsi yang dilakukan oleh
hamba-hamba-Mu. Dalam perzinahan aku dianggap sebagai makhluk yang memancing
hasrat bejad hamba-Mu. Dan juga dalam kasus-kasus kejahatan lainnya, aku selalu
menjadi tertuduh pertama, Tuhan. Atas namaku, para hamba-Mu bebas
melakukan pengerusakan, penganiyaan, pembunuhan, dan juga penghianatan.
Jika Engkau mengizinkan, Tuhan. Aku ingin turun ke bumi sebagai
sosok yang bisa dilihat oleh semua hamba-hamba-Mu. Aku ingin menunjukan pada
mereka betapa sakitnya aku menjadi makhluk yang tertuduh. Aku juga akan memberi
mereka pelajaran betapa pedihnya hidup dengan tuduhan. Dan, jika Engkau
memberiku sedikit kuasa, maka aku akan menghancurkan mereka semua, kecuali para
pecinta sejati-Mu. Khusus untuk para pecinta-Mu, aku akan memberi mereka sedikit
cindera mata sebagai kenang-kenangan tanda kebesaran-Mu atas diriku. Aku yakin
mereka akan senang dan mereka akan bertambah dalam lagi cintanya pada-Mu. Aku
yakin itu, Tuhan.
“Kau tidak perlu repot-repot seperti itu, blis! Kau
juga jangan terlalu melankolis.” jawab Tuhan. Aku sudah memutuskan peran untuk
dirimu, suka tidak suka kau akan tetap berperan seperti itu. Lagi pula para
hamba-hamba-Ku yang lain tidak akan setuju dengan permintaanmu itu.
Itu maslaah gampang, Tuhan. Jika para hamba-Mu yang lain –malaikat
dan para kekasih-Mu— tidak setuju dengan permintaanku, maka izinkanlah aku
menunjukan kepada mereka betapa besarnya rasa cintaku pada-Mu. Aku akan memberi
mereka pelajaran tentang cinta. Ya, tentang cinta yang dibalut dengan
penderitaan yang teramat dahsyat, yang mungkin tidak ada seorang pun makhluk-Mu
selain aku yang dapat menjalaninya. Dan, Aku akan tunjukan pada mereka betapa
besarnya cintaku pada-Mu.
Kau tahu, Tuhan! Aku adalah makhluk pertama yang begitu menciintai-Mu.
Aku tidak akan pernah berpaling dan bersujud kepada selain-Mu, Tuhan. Dari
dahulu hingga sekarang aku tidak pernah menduakan-Mu, Tuhan. Jika dulu aku
pernah dengan sengaja menolak permintaan-Mu untuk sujud kepada adam, itu semata-mata
karena rasa cintaku yang besar pada-Mu, bukan karena aku sombong –merasa lebih
mulia darinya—. Aku hanya akan bersujud pada-Mu, bukan pada makhluk ciptaan-Mu;
Adam–bapak dari semua manusia.
Apa Kau setuju dengan pendapatku itu, Tuhan?
“Aku tahu, blis. Karena itu pula cintamu aku uji.” Jawab Tuhan. Dan,
Aku pun tidak akan memungkiri tindakan yang pernah kau lakukan dulu.
Iblis pun membalas, “Sesungguhnya aku hanya ingin menunjukan betapa
besarnya rasa cintaku pada-Mu. Aku ingin para hamba-hamba-Mu itu sadar, betapa
indahnya Kau untuk dicintai, juga betapa agungnya Engkau untuk semua puja-puji.”
“Alah, itu hanya perasaanmu saja, blis. Kau telah melupakan satu
hal!. Aku ini Sang Pencipta! Tidak ada
suatu hal apapun yang tidak bisa aku lakukan. Masalah hamba-Ku yang tidak
mecintai-Ku itu sangat sepele. Aku bisa
saja membuat semua hamba-hamba-Ku bersujud pada-Ku, selalu memuja-Ku setiap
saat. Dengan sekali Kun-ku mereka semua akan mencintai dan sadar
pada-Ku. Akan tetapi... Aku tidak mau berbuat seperti itu. Aku ingin mereka mencintai-Ku
dengan kesadarannya sendiri. Cukuplah bekal yang telah Aku siapkan kepada
mereka berupa akal fikiran, dan sedikit
cahaya yang ada pada-Ku. Selebihnya terserah pada mereka.” Balas Tuhan.
Aku tahu, Tuhan. Kau adalah
Sang Pencipta, dan aku tak meragukan itu. Telah lama aku hidup bersama-Mu. Aku
juga telah merasakan nikmatnya cinta-Mu,
juga pedihnya murka-Mu, dan aku telah tunduk dalam kehendak-Mu, Tuhan. Aku benar-benar
mencintai-Mu, Tuhan. Aku yakin, Engkau juga memiliki perasaan yang sama
denganku. Karena kita telah lama saling mencinta, Tuhan. Engkau mencintaiku, dan
aku mencintai-Mu. Dan, aku telah menyaksikan betapa besarnya cinta-Mu padaku dalam
posisi seperti ini; makhluk yang selalu tertuduh, hina, jahat, bejad, dan sifat
perusak lainnya.
Aku adalah engkau, Tuhan. Dalam setiap kehancuran yang aku bawa ada
kehendak-Mu. Dalam setiap pembangkangan yang aku lakukan ada kehendak-Mu. Dan
dalam setiap kesombongan yang aku tunjukan adalah kehendak-Mu juga. Aku tak
akan berarti tanpa-Mu, Tuhan.
***
Setelah itu iblis pun terdiam, wajahnya murung seperti orang yang
sedang memendam permasalahan yang sangat serius. Tuhan menjadi heran, lalu
berkata ”apa yang sedang kau fikirkan, blis? Bukankah semua permasalahanmu itu
sudah terselesaikan!”
Ah, Tuhan... aku masih punya satu masalah lagi, Tuhan. Aku bingung.
Saat ini aku sedang berada di dekat-Mu, bercerita dengan-Mu. Tapi kenapa di
bumi tetap terjadi pembunuhan, juga dengan keserakahan yang semakin dalam
merasuk ke dalam diri para hamba-Mu. Juga dengan api kedengkian yang semakin besar
membakar hati para hamba-Mu. Dan, Kesombongan yang telah tumbuh subur dalam
setiap diri para hamba-Mu, Tuhan.
Apakah aku akan tetap disalahkan oleh mereka atas kejadian itu,
Tuhan? Jika iya, maka kabulkanlah permohonanku pada-Mu, Tuhan. “Hancurkanlah
mereka; para hamba-hamba-Mu yang tak tahu diri itu. Kirimkanlah sedikit kuasa-Mu kepada tanah
agar dia merenggangkan sedikit tubuhnya, juga kepada air, api, dan angin agar
mereka memberi pelajaran kepada hamba-hamba-Mu. Mungkin dengan cara seperti itu
mereka akan sadar bahwa aku tidak ikut serta dalam setiap kehancuran di muka
bumi.”
“Ah, kau tetap saja tak mengerti, blis! Aku
sudah menentukan peran untukmu; menjadi yang tertuduh dan yang bersalah. Itu
sudah kehendak-Ku, blis. Aku tidak ingin merubahnya. Kau tenang saja, blis. Kau tetap ada dalam lingkaran-Ku.”
Jawab Tuhan.
Tapi, Tuhan!
Apa? Kau masih ragu dengan keputusan-Ku?
Jawab Tuhan.
Yasudahlah, Tuhan. Aku percaya pada-Mu! Aku tidak akan lagi bertanya dan meminta penjelasan-Mu. Aku berjanji,
aku akan tetap tunduk dalam kehendak-Mu.
Sekarang aku mohon pamit, Tuhan. Aku ingin kembali ke bumi! Aku ingin melihat hamba-hamba-Mu yang berakal merusak bumi.
Rasanya aku sangat rindu melihat pertumpahan darah orang-orang yang tak berdosa.
Aku rindu melihat pemuda-pemudi yang sedang bercinta diam-diam dalam hubungan terlarang.
Aku rindu melihat para pejabat yang sedang berkoalisi untuk korupsi. Aku rindu
melihat para pendusta yang menjajakan surga dan neraka dalam setiap khutbahnya.
Aku rindu melihat bocah-bocah kecil yang mati kelaparan karena keserakahan para
penguasa. Aku rindu melihat uang yang telah bermetamorfosa menjadi Kau, Tuhan. Dan, aku
rindu kelucuan-kelucuan lainnya yang akan dilakukan oleh para hamba-hamba-Mu
itu, Tuhan. Aku sungguh rindu!
Baiklah, blis. Sila kembali ke bumi. Ingat,
kau adalah kehendak-Ku!
Komentar
Posting Komentar