KOTAKU
Aku hidup dalam sebuah kota yang bernama “Ajib”. Aku tak tahu harus bangga atau kecewa terlahir dalam kota yang seperti ini. Kalau dilihat secara kasat mata, kehidupan disini hampir sama dengan kehidupan di kota-kota besar lainnya; yang membedakan hanyalah kasih sayang Tuhan. Mungkin kau tidak akan percaya pada kata-kataku itu, tapi memang seperti itulah adanya. Kotaku... kota yang penuh dengan kasih sayang Tuhan.
Meskipun kota ini merupakan kota yang penuh dengan kasih sayang
Tuhan, tidak semua masyarakatnya mengenal Tuhan secara utuh. Mereka mengenal
Tuhan secara eceran, tidak mutlak; sebagai Dzat yang Maha Sempurna. Tuhan
disini hanya ada dalam sebuah teori, tidak dalam praktek—yang akhirnya hanya
melahirkan kehidupan beragama yang tidak berarti— dan juga karena para pemuka
agama yang hanya menawarkan kenikmatan surga dan kepedihan neraka. Gaya mereka
bak Tuhan Sang Pencipta; kerjanya mengadili dan menganggap sesat orang lain.
Khutbah-khutbah yang disampaikan tak mampu merubah mental masyarakat menuju
kesejatian hidup, malah semakin membuat masyarakat terbuai akan kenikmatan surga.
Di kotaku ini tidak ada kata siang dan malam. Semua sama saja,
masyarakat disini tak pernah benar-benar tidur –karna mereka selalu merasa
was-was dengan apa yang sudah mereka miliki, juga dengan harapan yang tak
terpenuhi. Hampir semua orang di kotaku menghabiskan umurnya untuk berlomba
menimbun kekayaan. Kehidupan disini bagaikan di alam liar—siapa yang kuat dia
yang berkuasa. Rakyat biasa hanya bisa bermimpi tentang kehidupan yang
sejahtera, adil dan makmur. Selebihnya menderita.
Para pejabat, elit politik, dan aparatur negara disini kerjanya sibuk
meraup kekayaan untuk diri pribadi. Atas nama rakyat, mereka mengeksploitasi
habis-habisan; mulai dari sumber daya alam sampai pada sumber daya manusianya.
Intinya hanya satu; mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Mereka –pejabat,
elit politik, aparatur negara— kebal hukum, karna hukum hanya berlaku untuk kalangan rakyat biasa.
Begitupun dengan para intelektual, mereka juga selalu menyibukan
diri dengan membodohi para rakyat. Ilmu yang mereka dapatkan dari bangku
pendidikan digunakan sebagai alat untuk menindas kaum tak berpendidikan. Semakin
tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kesombongannya dan semakin
gencar pula penindasannya.
Cinta, ah, aku rasa sudah pergi. Yang tersisa disini hanyalah nafsu
semata. Birahi menjadi nomer urut pertama, dan yang kedua adalah amarah.
Disini, kau tidak akan dianggap sebagai komunitas masyarakat jika tidak
mempunyai kedua nafsu itu, dan kau harus siap untuk dicibir, dikucilkan, bahkan
dilabeli “kuno”.
Lalu ada hal lain lagi yang harus kau miliki jika ingin tinggal di
kota ini; kau harus pandai berbohong. Kau tahu kenapa aku bilang harus pandai
berbohong? Karena rakyat disini sangat suka sekali pada kebohongan dan mereka
membenci kejujuran. Jika kau tidak ingin dimusuhi, maka jangan sekali-kali kau
mencoba untuk jujur disini. Jika kau tidak siap untuk tinggal disini maka
pergilah, jangan sampai kau menyesal karena pernah tinggal disini. Aku takut kau
akan gila.
Dan satu hal lagi yang harus kau ketahui. Disini, tinggkat
apresiasi sangat rendah. Kau jangan heran ataupun kaget ketika bertemu dengan
seorang pejuang kemerdekaan yang di akhir hayatnya ada yang menjadi pengemis. Seorang
tokoh legenda musik rock progresif yang akhirnya memakai narkoba karena stress
tidak ada job manggung. Seorang guru yang telah mengabdi selama 40 tahun dengan
gaji tidak lebih dari satu juta perbulan. Juga pahlawan devisa yang biasa
disebut TKM (tenaga kerja makan); yang tidak pernah diperhatikan
hak-haknya.
Tapi ada satu hal lain yang menurutku paling istimewa. Di kotaku
ini –jika kau melihat dengan sangat detail— masih ada segolongan orang yang
kerjanya selalu meminta maaf kepada Tuhan atas segala hal yang telah terjadi
disini, selain itu mereka juga mendoakan masyarakat disini agar cepat-cepat
sadar kembali kepada Tuhan. Mereka itulah orang-orang yang tidak pernah berdoa
untuk kepentingan pribadinya.
Itulah sebabnya kenapa kotaku ini tidak pernah dilanda bencana
besar seperti tsunami, gempa bumi, angin topan, dan gejala alam lainnya. Mereka
–para pecinta sejati— tak pernah berhenti memuji dan meminta keselamatan untuk
kotaku ini, walaupun mereka tersembunyi tapi perannya sangat penting untuk
keberlangsungan kota ini.
Komentar
Posting Komentar